Bagi penikmat jamu nama Sido
Muncul tentu tidak asing lagi di telinga. Hampir semua kedai jamu dan toko
kelontong menjual produk-produk Sido Muncul seperti Kuku Bima dan Tolak
Angin. Belum lagi iklannya yang kerap menghampiri baik di televisi, radio
maupun media luar ruang.
Sido Muncul menjadi
besar tidak terbangun sendirinya. Butuh waktu bertahun-tahun untuk membuat
Sido Muncul eksis sebagai perusahaan jamu yang setara dengan industri farmasi
lainnya. Bagaimana tidak, produk-produk Sido Muncul telah terbukti secara
klinis karena dibuat di laboratorium di bawah pengawasan para ahli
obat-obatan. Bahkan pada tahun 2000, pemerintah telah memberi lisensi Cara
Pembuatan obat yang Baik ( CPOB) kepada perusahaan yang dirintis sejak
November 1951 oleh Ny. Rakhmat Sulistyo, nenek dari Bos Sido Muncul, Irwan
Hidayat,
Awalnya, Sido Muncul tidaklah terlalu istimewa, sama saja seperti industri
jamu lain yang ribuan jumlahnya dengan beragam merek. Irwan Hidayat bersama
empat orang adiknya sebagai generasi ketiga pemilik Sido Muncul, menerima
warisan perusahaan pada tahun 1972 yang sesungguhnya sedang dalam keadaan
kurang menguntungkan. Perusahaan menanggung utang dan hampir tak memiliki
aset yang berarti. Utang bahan baku, kalau dihitung-hitung, itu setara dengan
30 bulan omzet perusahaan. Aset pabrik hanya 600 meter persegi, itupun tanpa
memiliki sebuah mesin.
Sebagai bisnis keluarga yang dikelola turun-temurun, Irwan Hidayat mencoba
tetap bertahan menghadapi pasang surut bisnis jamu. Dia percaya akan ada
titik terang yang akan mencerahkan harapan dan kepercayaannya kepada industri
jamu. Irwan berharap masyarakat masih akan memberikan kepercayaan kepada
jamu. Tetapi hingga tahun 1993 perusahaan jamu yang ia pimpin masih berjalan
sangat lambat, karena banyaknya persaingan dari perusahaan jamu lainnya, baik
yang home industri maupun perusahaan yang lebih mapan yang jumlahnya mencapai
ratusan dengan ribuan produk jamu. Irwan bingung, bagaimana agar usaha
jamunya berkembang. Sampai kemudian ia bertemu dengan orang gila, yang
menyebutkan terus terang, bahwa jamu yang dibuat Irwan Hidayat pahit, tidak
enak, sama seperti jamu lainnya. Irwan kemudian berpikir keras bagaimana
membuat jamu yang disukai dan berbeda dengan produk jamu lainnya.
Keadaan itu memacunya mencari terobosan-terobosan baru untuk mengangkat
”gengsi” Sido Muncul agar berbeda dengan jamu lainnya. Jika pabrik farmasi
punya dokter, obat-obatan dari Cina punya sinshe sebagai pengobat, namun
tidak demikian dengan jamu. Tidak ada pengobat yang dapat menjadi pamer bagi
industri jamu untuk “memasarkan” produknya. Ketiadaan pengobat ini yang harus
diatasi oleh industri jamu, yaitu dengan membangun kepercayaan publik bahwa
jamu juga punya kredibilitas dalam hal kebersihan, uji toksisitas dan
syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh obat.
Untuk itu, terobosan harus dilakukan. Tahun 1997, saat banyak industri
terseok-seok menghadapi badai krisis yang melanda Indonesia, PT Sido Muncul
justru mencanangkan pembangunan pabrik dengan sertifikasi industri farmasi,
dan laboratorium yang terstandarisasi sebagai laboratorium farmasi.Di areal
seluas 32 hektar dibangun laboratorium seluas 3.000 meter persegi dengan
biasa Rp 2,5 miliar dan pabrik seluas tujuh hektar, termasuk pabrik mi. Kini
di areal itu juga dikembangkan sarana agrowisata seluas 1,5 hektar.
“Modalnya nekat. Ketidaktahuan justru menyelamatkan saya. Saat itu saya tidak
punya utang dolar AS. Tetapi, karena tidak tahu, dari Rp 15 miliar yang
dianggarkan, biaya pembangunan pabrik membengkak sampai Rp 30 miliar,” kata
Irwan. Tetapi kenekatan itu kini membuahkan hasil. Tahun 2000 Departemen
Kesehatan memberikan sertifikat CPOB kepada PT Sido Muncul. Padahal selama ini
industri jamu hanya mendapatkan sertifikat CPOB. Dengan CPOB “gengsi” jamu
terangkat menjadi setara dengan obat. Atau, paling tidak jamu menjadi obat
alternatif yang terbukti dapat diuji secara klinis keabsahan dan
keilmiahannya sebagai obat.
Dengan CPOB terbuka pula pasar yang seluas-luasnya bagi setiap jamu produksi
Sido Muncul. PT Sido Muncul kini memiliki 150 item produk jamu baik yang
bermerek maupun yang generik. Sedikit diantara produk bermerek unggulan Sido
Muncul, antara lain Kuku Bima, Tolak Angin, Kunyit Asem, Jamu Komplit, Jamu
Instan, STMJ, Anak Sehat, dan lain-lain. Sido muncul pun siap melangkah ke
pasar global.
Sido muncul mulai mengembangkan pemasarannya ke luar negeri. Hongkong, masuk
ke pasar China, meski tidak mudah, karena pemerintah China sangat melindungi
industri obat-obatan tradisionalnya. Irwan harus bisa membuktikan bahwa
produknya lebih baik dari yang dimiliki China. Keberhasilan menembus pasar
negara asing akan menjadi gaung yang berbalik untuk meningkatkan kepercayaan
pasar dalam negeri.
Untuk memperluas pasar di dalam negeri, dilakukan diversifikasi produk dengan
mengembangkan produk “brand”, yaitu minuman dalam bentuk serbuk. Potensi di
pasar minuman kesehatan ini masih terbuka luas, dan pemainnya masih terbatas,
tidak sehiruk-pikuk jamu
Selain itu, dilakukan langkah-langkah untuk membangun pasar secara vertikal.
Jika selama ini jamu sering kali diidentikkan dengan kalangan masyarakat di
lapisan menengah bawah, kini dibangun citra bahwa jamu juga milik kelompok
masyarakat menengah atas.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar