---:::SIGMA KOMPUTER MITRA PROFESIONAL SOLUSI SERVICE KOMPUTER / LAPTOP ANDA HUB WA: 0812 9304 3286:::----

Sabtu, 25 Januari 2025

Tutor Blogspot Aksa Mahmud, Sang Pendiri Bosowa

 

Aksa Mahmud, Sang Pendiri Bosowa


 

Selasa, 23 Februari 2010 09:33

Setelah keluar dari tahanan Kodam, Aksa Mahmud memutuskan meninggalkan profesi jurnalistik yang sempat digumuli bersama rekan-rekan di Koran Mahasiswa Indonesia di Sulawesi Selatan. Dia pun kembali dalam wilayah bisnis. Kebetulan, seorang sahabatnya, Jusuf Kalla, seorang pengusaha terkemuka di Sulawesi Selatan mengajaknya bekerja di Dolog Makassar dan di perusahaan NV Haji Kalla. Setelah tiga tahun di perusahaan Haji Kalla, yang telah menjadi mertuanya, dia pun pamit, mendirikan usaha sendiri, yang kemudian berkembang menjadi imperium bisnis Bosowa Group.

Saat itu, sebagai aktivis mahasiswa, Angkatan 66, Jusuf Kalla diberi kepercayaan memimpin Dolog. Lalu Jusuf kalla mengajak beberapa aktivis mahasiswa angkatan 66 ikut. Namun ayah Jusuf Kalla, Haji Kalla, menasihati untuk tidak masuk bekerja di Dolog. Kata Haji Kalla, karena kau akan menduduki jabatan itu melalui pressure group yang nantinya mengganti orang-orang Orde Lama dengan Orde Baru, maka suatu ketika juga kau akan diturunkan secara paksa.

“Kalau kau memaksa orang, kau juga akan turun dengan pemaksaan. Dan apapun yang kau bikin nanti di situ, atau apapun yang engkau pakai di situ semuanya akan mendapat tanggapan negatif. Pakai baju baru akan dianggap mewah, bikin
rumah nanti kau disorot, macam-macamlah. Tapi kalau kau pengusaha, apapun yang engkau bikin tidak ada yang sorot,” pesan Haji Kalla, sebagaimana dikenang Aksa Mahmud.

Haji Kalla berpesan kepada Jusuf Kalla, lebih baik meneruskan usaha yang telah dirintisnya. Aksa pun diajak ikut bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV Haji Kalla itu. Hampir tiga tahun Aksa bekerja di NV Haji Kalla. Saat itu pula dia dikenalkan dan dijodohkan dengan gadis cantik bernama Ramlah, puteri Haji Kalla sendiri. Langsung menikah tanpa melalui pacaran. Tentu Haji Kalla tidak sembarang menjodohkan puterinya dengan Aksa. Orangtua bijaksana itu pasti mempunyai penilaian dan pertimbangan tersendiri setelah melihat semangat kerja, kejujuran, tanggung jawab, keberanian, prestasi dan kinerja Aksa. Atau, Haji Kalla dengan jitu telah melihat berlian yang terpendam dan sudah terasah baik dalam diri Aksa.

Kala itu, Aksa sering ditugaskan ke Jakarta. Sementara Ramlah lagi sekolah santri di Pondok Pesantren Wonokromo, Jawa Timur, milik Nahdlatul Ulama. Suatu ketika, Aksa diminta oleh Ibu Haji Kalla mengantarkan sesuatu kepada Sang Puteri Ramlah di Ponpes Wonokromo itu. Begitulah tata cara teknis orangtua supaya anaknya saling mengenal, kemudian dijodohkan. Memang, ujar Aksa, nasib, jodoh dan ajal adalah rahasia Tuhan. “Rasanya pertemuan saya dengan isteri juga adalah rahasia Tuhan,” kata ayah lima anak ini.

Sama dengan persahabatan dan kebersamaannya dengan Jusuf Kalla. Mereka datang dari latar belakang keluarga, fakultas dan daerah yang berbeda. Pertemuan mereka hanya di organisasi mahasiswa, sama-sama aktivis. Tapi dari sekian banyak aktivis waktu itu hanya Aksa yang bergabung bersama-sama dengan Jusuf Kalla, bekerja di perusahaan NV Haji Kalla. Padahal dia pun tak pernah melamar. Tadinya cuma iseng-iseng. Jusuf Kalla mengajaknya bonceng motor masuk kantor bapaknya. Satu-dua jam mereka duduk-duduk. Lama-lama, Haji Kalla memberi mereka pekerjaan dan lebih banyak kepercayaan dan kekuasaan. “Ya kita juga ikutlah. Jadi semuanya itu rahasia Tuhan, dan kerahasiaan itu saya syukuri,” kenang Aksa Mahmud.

Kemudian setelah menikah, Aksa merasa bahwa tidak relevan terus tinggal di perusahaan NV Haji Kalla, mertuanya, dimana kakak iparnya Jusuf Kalla sudah dipersiapkan menjadi nakhoda. Karena sebagai orang Bugis, dia berpatokan terhadap ilmu kelautan bahwa perahu Pinisi itu nakhodanya cuma satu. Kalau dia tinggal di perusahaan NV Haji Kalla pasti tidak bisa jadi nakhoda. Bagaimanapun Jusuf Kalla-lah nakhodanya. Dia paling bisa, kalau di kapal disebut mualim satu, dua atau tiga. Jadi Aksa berpikir, lalu mengatakan sama istrinya untuk sementara harus siap menderita. Karena dia tidak mungkin selamanya bekerja di perusahaan mertuanya. Sebab Aksa pun bercita-cita, sekecil apapun, ingin jadi orang nomor satu. Aksa berprinsip, lebih baik menjadi orang nomor satu di perusahaan kecil daripada nomor dua di perusahaan besar.

Mungkin cara berpikir ini konvensional. Tapi itulah satu ide awal untuk maju sehingga dia berani mencoba berusaha dari bawah mulai dengan modal Rp 5 juta. Dia pun bersyukur memiliki orangtua dan saudara dari isterinya yang memiliki keunggulan dalam kekeluargaan. “Memang keunggulan kita bersaudara ini, bersekeluarga ini, semuanya mendahulukan persaudaraan adalah segala-galanya. Jadi persaudaraan itu adalah yang tertinggi, uang itu nomor dua. Sehingga kepergiaan saya dari sana juga direstui dan didukung dengan doa,” ungkap Aksa.

Aksa pun membuka show room mobil Datsun. Ketika acara pembukaan bapak dan ibu mertuanya hadir. Bukti kepergiannya dari perusahan mertuanya itu direstui. Sebab dia menjelaskan keinginannya mau coba berdiri sendiri sekaligus minta dukungan. Dukungan yang dia mohon adalah restu. “Tentu dengan doa beliau itu juga sehingga apa yang saya kerjakan bisa berhasil, bisa baik,” ujar Aksa seperti dikutip Tokoh Indonesia.

Itulah awalnya, Aksa berdiri sendiri mendirikan Bosowa, setelah sekitar tiga tahun bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV Haji Kalla. Pengalamannya di perusahaan Haji Kalla yang juga bergerak di bidang bisnis otomotif, cukup bermanfaat sebagai bagian training.

Berdirilah Bosowa, mulai dengan bisnis otomotif, pertama Datsun dan Mitsubishi. Kemudian berkembang, bisa punya pabrik semen, bisa punya jalan tol dan sebagainya di bawah 30-an bendera perusahaan dalam naungan Bosowa Group. Selama hampir seperempat abad dia berjuang keras dan kreatif membangun imperium bisnis Bosowa Group.

Bersamaan dengan perjuangannya mengembangkan Bosowa Group, Aksa dan istri berhasil juga mempersiapkan anak-anaknya untuk lebih mengembangkannya. Lalu setelah anak-anaknya besar dan siap, bersamaan dengan perkembangan Bosowa yang sudah terbentuk, dia pun mulai menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada anak-anaknya. Proses regenerasi kepemimpinan berlangsung dengan baik. Kini manajemen Bosowa sudah dalam pengendalian generasi kedua.

Aksa pun kembali ke habitatnya semasih mahasiswa. Sebagai aktivis angkatan 66, yang sangat tertarik ke dalam dunia politik dan dunia jurnalistik. Dia pun terpilih menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan periode 1999-2004. Kemudian terjadi perubahan UUD 1945 tahun 2002. Lalu hasil Pemilu 2004 bahwa fraksi utusan daerah, berdasarkan perubahan UUD 1945 menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Aksa pun terpilih dengan suara terbanyak menjadi Anggota DPD juga dari Sulawesi Selatan periode 2004-2009.

Kemudian setelah menjadi anggota DPD, atas kepercayaan anggota MPR baik dari unsur DPD maupun DPR, Aksa terpilih menjadi salah seorang pimpinan MPR, menjabat Wakil Ketua MPR periode 2004-2009. MPR, sebuah lembaga tinggi negara, terdiri dari seluruh anggota DPR dan seluruh anggota DPD. Sedangkan pimpinan MPR ada empat orang (satu ketua dan tiga wakil ketua, dua dari dua unsur DPR dan dua dari unsur DPD).

Jika sebelumnya tatkala menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan, masih sangat ideal tetap aktif sebagai pengusaha, karena tidak mengganggu pekerjaan bisnis. Sebab MPR pada masa itu cuma sekali lima tahun bersidang. Setelah selesai dilantik, sidang memilih presiden, ya sudah. Berakhirnya pun kapan tidak diberi tahu lagi. Berbeda dengan anggota DPR yang harus rutin aktif di Senayan.

Namun setelah terpilih menjadi anggota DPD dan apalagi menjabat Wakil Ketua MPR, Aksa pun berketetapan hati untuk sepenuhnya melepaskan berbagai jabatan dalam manajemen perusahaannya. Kini Grup Bosowa sepenuhnya dikendalikan oleh putera-puterinya, sebagai generasi kedua Bosowa. Hanya saja putera-puterinya masih saja kadang kala meminta nasihatnya dalam hal mengambil keputusan strategis.

Itulah sekilas perjalanan hidupnya. Karena kalau mau ditutur dari tahun ke tahun terlalu panjang. Dalam buku biografinya mungkin akan ditulis lebih mendetail. Masih tengah ditulis, belum dicetak, masih direview terus. “Kenapa saya review? Karena saya itu selalu menuntut kebenaran. Sebagian di buku itu, teman saya berpendapat yang menurut saya tidak begitu. Karena seolah-olah sejak saya kecil memang sudah kelihatan. Menurut saya, masa kecil itu tidak ada yang istimewa, sama saja dengan tema-teman yang lain, nggak ada keunggulan saya,” ujarnya merendah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar