Setelah keluar dari tahanan Kodam,
Aksa Mahmud memutuskan meninggalkan profesi jurnalistik yang sempat digumuli
bersama rekan-rekan di Koran Mahasiswa Indonesia di Sulawesi Selatan. Dia pun
kembali dalam wilayah bisnis. Kebetulan, seorang sahabatnya, Jusuf Kalla,
seorang pengusaha terkemuka di Sulawesi Selatan mengajaknya bekerja di Dolog
Makassar dan di perusahaan NV Haji Kalla. Setelah tiga tahun di perusahaan Haji
Kalla, yang telah menjadi mertuanya, dia pun pamit, mendirikan usaha sendiri,
yang kemudian berkembang menjadi imperium bisnis Bosowa Group.
Saat itu,
sebagai aktivis mahasiswa, Angkatan 66, Jusuf Kalla diberi kepercayaan
memimpin Dolog. Lalu Jusuf kalla mengajak beberapa aktivis mahasiswa angkatan
66 ikut. Namun ayah Jusuf Kalla, Haji Kalla, menasihati untuk tidak masuk
bekerja di Dolog. Kata Haji Kalla, karena kau akan menduduki jabatan itu
melalui pressure group yang nantinya mengganti orang-orang Orde Lama dengan
Orde Baru, maka suatu ketika juga kau akan diturunkan secara paksa.
“Kalau kau memaksa orang, kau juga akan turun dengan pemaksaan. Dan apapun
yang kau bikin nanti di situ, atau apapun yang engkau pakai di situ semuanya
akan mendapat tanggapan negatif. Pakai baju baru akan dianggap mewah, bikin rumah nanti kau disorot,
macam-macamlah. Tapi kalau kau pengusaha, apapun yang engkau bikin tidak ada
yang sorot,” pesan Haji Kalla, sebagaimana dikenang Aksa Mahmud.
Haji Kalla berpesan kepada Jusuf Kalla, lebih baik meneruskan usaha yang
telah dirintisnya. Aksa pun diajak ikut bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV
Haji Kalla itu. Hampir tiga tahun Aksa bekerja di NV Haji Kalla. Saat itu
pula dia dikenalkan dan dijodohkan dengan gadis cantik bernama Ramlah, puteri
Haji Kalla sendiri. Langsung menikah tanpa melalui pacaran. Tentu Haji Kalla
tidak sembarang menjodohkan puterinya dengan Aksa. Orangtua bijaksana itu
pasti mempunyai penilaian dan pertimbangan tersendiri setelah melihat
semangat kerja, kejujuran, tanggung jawab, keberanian, prestasi dan kinerja
Aksa. Atau, Haji Kalla dengan jitu telah melihat berlian yang terpendam dan
sudah terasah baik dalam diri Aksa.
Kala itu, Aksa sering ditugaskan ke Jakarta. Sementara Ramlah lagi sekolah
santri di Pondok Pesantren Wonokromo, Jawa Timur, milik Nahdlatul Ulama.
Suatu ketika, Aksa diminta oleh Ibu Haji Kalla mengantarkan sesuatu kepada
Sang Puteri Ramlah di Ponpes Wonokromo itu. Begitulah tata cara teknis
orangtua supaya anaknya saling mengenal, kemudian dijodohkan. Memang, ujar
Aksa, nasib, jodoh dan ajal adalah rahasia Tuhan. “Rasanya pertemuan saya
dengan isteri juga adalah rahasia Tuhan,” kata ayah lima anak ini.
Sama dengan persahabatan dan kebersamaannya dengan Jusuf Kalla. Mereka datang
dari latar belakang keluarga, fakultas dan daerah yang berbeda. Pertemuan
mereka hanya di organisasi mahasiswa, sama-sama aktivis. Tapi dari sekian
banyak aktivis waktu itu hanya Aksa yang bergabung bersama-sama dengan Jusuf
Kalla, bekerja di perusahaan NV Haji Kalla. Padahal dia pun tak pernah
melamar. Tadinya cuma iseng-iseng. Jusuf Kalla mengajaknya bonceng motor
masuk kantor bapaknya. Satu-dua jam mereka duduk-duduk. Lama-lama, Haji Kalla
memberi mereka pekerjaan dan lebih banyak kepercayaan dan kekuasaan. “Ya kita
juga ikutlah. Jadi semuanya itu rahasia Tuhan, dan kerahasiaan itu saya
syukuri,” kenang Aksa Mahmud.
Kemudian setelah menikah, Aksa merasa bahwa tidak relevan terus tinggal di
perusahaan NV Haji Kalla, mertuanya, dimana kakak iparnya Jusuf Kalla sudah
dipersiapkan menjadi nakhoda. Karena sebagai orang Bugis, dia berpatokan
terhadap ilmu kelautan bahwa perahu Pinisi itu nakhodanya cuma satu. Kalau
dia tinggal di perusahaan NV Haji Kalla pasti tidak bisa jadi nakhoda.
Bagaimanapun Jusuf Kalla-lah nakhodanya. Dia paling bisa, kalau di kapal
disebut mualim satu, dua atau tiga. Jadi Aksa berpikir, lalu mengatakan sama
istrinya untuk sementara harus siap menderita. Karena dia tidak mungkin
selamanya bekerja di perusahaan mertuanya. Sebab Aksa pun bercita-cita,
sekecil apapun, ingin jadi orang nomor satu. Aksa berprinsip, lebih baik
menjadi orang nomor satu di perusahaan kecil daripada nomor dua di perusahaan
besar.
Mungkin cara berpikir ini konvensional. Tapi itulah satu ide awal untuk maju
sehingga dia berani mencoba berusaha dari bawah mulai dengan modal Rp 5 juta.
Dia pun bersyukur memiliki orangtua dan saudara dari isterinya yang memiliki
keunggulan dalam kekeluargaan. “Memang keunggulan kita bersaudara ini,
bersekeluarga ini, semuanya mendahulukan persaudaraan adalah segala-galanya.
Jadi persaudaraan itu adalah yang tertinggi, uang itu nomor dua. Sehingga
kepergiaan saya dari sana juga direstui dan didukung dengan doa,” ungkap
Aksa.
Aksa pun membuka show room mobil Datsun. Ketika acara pembukaan bapak dan ibu
mertuanya hadir. Bukti kepergiannya dari perusahan mertuanya itu direstui.
Sebab dia menjelaskan keinginannya mau coba berdiri sendiri sekaligus minta
dukungan. Dukungan yang dia mohon adalah restu. “Tentu dengan doa beliau itu
juga sehingga apa yang saya kerjakan bisa berhasil, bisa baik,” ujar Aksa
seperti dikutip Tokoh Indonesia.
Itulah awalnya, Aksa berdiri sendiri mendirikan Bosowa, setelah sekitar tiga
tahun bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV Haji Kalla. Pengalamannya di
perusahaan Haji Kalla yang juga bergerak di bidang bisnis otomotif, cukup
bermanfaat sebagai bagian training.
Berdirilah Bosowa, mulai dengan bisnis otomotif, pertama Datsun dan
Mitsubishi. Kemudian berkembang, bisa punya pabrik semen, bisa punya jalan
tol dan sebagainya di bawah 30-an bendera perusahaan dalam naungan Bosowa
Group. Selama hampir seperempat abad dia berjuang keras dan kreatif membangun
imperium bisnis Bosowa Group.
Bersamaan dengan perjuangannya mengembangkan Bosowa Group, Aksa dan istri
berhasil juga mempersiapkan anak-anaknya untuk lebih mengembangkannya. Lalu
setelah anak-anaknya besar dan siap, bersamaan dengan perkembangan Bosowa
yang sudah terbentuk, dia pun mulai menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada
anak-anaknya. Proses regenerasi kepemimpinan berlangsung dengan baik. Kini
manajemen Bosowa sudah dalam pengendalian generasi kedua.
Aksa pun kembali ke habitatnya semasih mahasiswa. Sebagai aktivis angkatan
66, yang sangat tertarik ke dalam dunia politik dan dunia jurnalistik. Dia
pun terpilih menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi
Selatan periode 1999-2004. Kemudian terjadi perubahan UUD 1945 tahun 2002.
Lalu hasil Pemilu 2004 bahwa fraksi utusan daerah, berdasarkan perubahan UUD
1945 menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Aksa pun terpilih dengan suara
terbanyak menjadi Anggota DPD juga dari Sulawesi Selatan periode 2004-2009.
Kemudian setelah menjadi anggota DPD, atas kepercayaan anggota MPR baik dari
unsur DPD maupun DPR, Aksa terpilih menjadi salah seorang pimpinan MPR,
menjabat Wakil Ketua MPR periode 2004-2009. MPR, sebuah lembaga tinggi
negara, terdiri dari seluruh anggota DPR dan seluruh anggota DPD. Sedangkan
pimpinan MPR ada empat orang (satu ketua dan tiga wakil ketua, dua dari dua
unsur DPR dan dua dari unsur DPD).
Jika sebelumnya tatkala menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari
Sulawesi Selatan, masih sangat ideal tetap aktif sebagai pengusaha, karena
tidak mengganggu pekerjaan bisnis. Sebab MPR pada masa itu cuma sekali lima
tahun bersidang. Setelah selesai dilantik, sidang memilih presiden, ya sudah.
Berakhirnya pun kapan tidak diberi tahu lagi. Berbeda dengan anggota DPR yang
harus rutin aktif di Senayan.
Namun setelah terpilih menjadi anggota DPD dan apalagi menjabat Wakil Ketua
MPR, Aksa pun berketetapan hati untuk sepenuhnya melepaskan berbagai jabatan
dalam manajemen perusahaannya. Kini Grup Bosowa sepenuhnya dikendalikan oleh
putera-puterinya, sebagai generasi kedua Bosowa. Hanya saja putera-puterinya
masih saja kadang kala meminta nasihatnya dalam hal mengambil keputusan
strategis.
Itulah sekilas perjalanan hidupnya. Karena kalau mau ditutur dari tahun ke
tahun terlalu panjang. Dalam buku biografinya mungkin akan ditulis lebih
mendetail. Masih tengah ditulis, belum dicetak, masih direview terus. “Kenapa
saya review? Karena saya itu selalu menuntut kebenaran. Sebagian di buku itu,
teman saya berpendapat yang menurut saya tidak begitu. Karena seolah-olah
sejak saya kecil memang sudah kelihatan. Menurut saya, masa kecil itu tidak
ada yang istimewa, sama saja dengan tema-teman yang lain, nggak ada
keunggulan saya,” ujarnya merendah.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar